Payango.id | Boalemo — Kala senja perlahan menyapa Tilamuta, aroma kue tradisional khas Gorontalo, Apang Colo, menyebar harum dari pelataran Masjid Agung Baiturahmah, Sabtu (5/7/2025). Ribuan warga mulai berdatangan, bukan hanya untuk mencicipi kue, tapi merayakan sesuatu yang lebih dalam—semangat kebersamaan dalam bingkai keagamaan.
Festival 10 Ribu Apang Colo, yang digelar dalam rangka memperingati 10 Muharram, menjadi bukti bahwa masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat denyut kehidupan umat. Acara ini diinisiasi sepenuhnya oleh Badan Takmirul Masjid Agung Baiturahmah, dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat, mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pelajar SD, SMP, hingga masyarakat umum yang dengan sukarela turut ambil bagian.
“Masjid harus hadir di tengah-tengah umat, menjadi ruang pemersatu, bukan hanya tempat untuk shalat lima waktu. Apang Colo ini simbolnya—kebersamaan, sedekah, dan tradisi yang dirawat,” ungkap Abah Pepen — sapaan akrab Rivendi Luawo, Ketua Badan Takmirul Masjid — di tengah suasana penuh kekhidmatan.
Kue Apang Colo sendiri bukan sekadar makanan. Di Boalemo, ia adalah cerita, warisan, dan pelipur rindu masa kecil. Terbuat dari tepung beras, dan santan dengat saus gula aren disajikan dalam anyaman daun woka atau pisang—kue ini menggambarkan kesederhanaan yang kaya makna. Maka tak heran, saat OPD dan sekolah-sekolah dari Kecamatan Tilamuta masing-masing menyumbangkan 200 kue, semangat gotong royong itu pun terasa begitu hidup.
Acara yang dimulai sejak pukul 16.30 WITA ini tidak hanya menghadirkan rasa di lidah, tetapi juga siraman rohani yang menyejukkan jiwa. Ustadz Luqmanul Hakim, Ketua MUI Boalemo, menyampaikan tausiah penuh makna mengenai keutamaan 10 Muharram dan teladan dari kisah para nabi.
“Inilah bulan penuh hikmah. Mari kita jadikan momen ini untuk memperbanyak amal, mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadikan masjid sebagai tempat membina akidah umat, terutama generasi muda kita,” pesannya, disambut anggukan jamaah yang larut dalam keheningan.
Suasana semakin syahdu ketika santri-santri Alkhairat Tilamuta naik ke panggung, menyanyikan shalawat dan lagu-lagu islami dengan iringan rebana. Lantunan suara mereka seperti menembus langit senja Boalemo, membungkus pelataran masjid dengan aura cinta kepada Nabi.
Sekretaris Daerah Kabupaten Boalemo, Sherman Moridu, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, tak mampu menyembunyikan rasa bangganya.
“Inilah wajah Islam yang teduh. Masjid menjadi simpul pemersatu, dan kegiatan seperti ini adalah cerminan dari masyarakat yang penuh semangat gotong royong dan cinta tradisi. Pemerintah daerah tentu sangat mendukung dan berharap ini bisa menjadi agenda tahunan,” ujarnya, penuh harap.
Festival ini memang lebih dari sekadar perayaan. Ia adalah napas dari semangat Islam yang membumi—berbicara dalam bahasa rakyat, menyentuh lewat rasa, dan menyatu lewat tradisi. 10 Ribu Apang Colo menjadi simbol: bahwa dakwah tidak harus lewat mimbar tinggi, tapi bisa lewat kue kecil yang disajikan dengan cinta.