Payango.id | Boalemo, 2025 – Kehadiran Dinas Kebudayaan Kabupaten Boalemo pada Festival Tondano 2025 bukan sekadar perjalanan budaya biasa. Di balik riuhnya tarian, lantunan musik, dan hangatnya silaturahmi masyarakat Tondano perantauan, tersimpan sebuah pesan yang jauh lebih dalam: tekad Boalemo untuk terus menjaga denyut kebudayaan di tengah modernitas zaman.
Dipimpin langsung oleh Kepala Bidang Kebudayaan, Faris Babuta, sebanyak 150 komunitas masyarakat Tondano asal Boalemo hadir dalam festival tersebut. Mereka datang bukan hanya membawa nama daerah, tetapi juga semangat persaudaraan, seakan ingin menegaskan bahwa meski tanah rantau memisahkan, budaya tetap menjadi benang merah yang menyatukan.
Dalam kesempatan itu, Faris Babuta juga menyampaikan kabar gembira jelang peringatan Hari Ulang Tahun Boalemo ke-26. Ia mengaku, Dinas Kebudayaan tengah menyiapkan dua agenda besar yang akan memberi warna baru pada perayaan kali ini.
Pertama, sebuah pagelaran seni yang dimotori oleh Gerakan Seniman Masuk Sekolah. Pagelaran ini diharapkan menjadi ruang ekspresi bagi seniman muda Boalemo, sekaligus membangun jembatan antara dunia pendidikan dan dunia seni.
Kedua, penampilan kesenian dari sembilan etnis yang mendiami Kabupaten Boalemo. Dalam satu panggung, ragam budaya itu akan dipertemukan, menghadirkan harmoni yang merefleksikan wajah Boalemo sebagai rumah besar bagi banyak perbedaan.
Kegiatan tersebut merupakan hasil kerjasama antara Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII Sulut-Go bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo, yang untuk pertama kalinya akan digelar di era kepemimpinan Pemerintahan Paham—sejak dilantik pada 21 Februari 2025.
Faris Babuta menyebut, momen ini bukan hanya seremoni, tetapi langkah awal untuk meneguhkan identitas Boalemo.
“Boalemo itu kaya, bukan hanya sumber daya alam, tapi juga karena keberagaman budayanya. Di HUT ke-26 ini, kami ingin menunjukkan bahwa seni dan budaya adalah kekuatan yang menyatukan,” ungkapnya penuh harap.
Dengan hadirnya pagelaran seni dan penampilan multi-etnis itu, Boalemo seolah ingin berkata kepada dunia: bahwa kebudayaan bukan sekadar warisan, melainkan napas kehidupan yang terus dijaga. Sebuah langkah yang menandai awal baru, di tahun pertama perjalanan pemerintahan Paham.